Mencari Jati Diri di Ujung Jari

 


          Di masa yang serba cepat ini, aku sering merasa seperti terjebak dalam sebuah kehidupan yang tak pernah benar- benar aku pilih. Setiap detiknya, seperti sedang dihantui oleh suara- suara lirih dunia yang terus menerus mengarahkan langkahku. Pendidikan, Pekerjaan, Pergaulan, bahkan apa yang harus aku pikirkan dan yang harus aku rasakan, semuanya seperti sudah ditentukan. Aku ingin bertanya pada diriku sendiri, Siapa aku sebenarnya? Namun, jawabannya selalu terasa samar, seperti bayangan yang terus menghilang setiap kali aku berusaha meraih.

         Suatu malam, saat aku sedang duduk menyendiri. Sembari ditemani secangkir teh sari murni wangi melati. Aku lihat layar ponselku, sambil jari- jariku menari diatas layar itu, mengikuti alur scroll yang sudah sangat familiar. Di setiap klik, aku menemukan dunia lain yang penuh dengan gambaran tentang kehidupan orang lain. Ada yang bahagia, ada yang berjuang, ada yang sudah menemukan tujuan, dan ada pula yang tersesat. Tapi diantara semua itu, aku masih belum bisa menemukan siapa diriku. Semua terlihat begitu jauh, seperti aku hanya menjadi penonton dalam hidupku sendiri. 

         Tiba-tiba, jari-jariku berhenti. Aku terpana dengan tulisan yang lewat di beranda: Aku cukup. Aku layak untuk bahagia, meski aku tak sempurna. Kata-kata itu seperti sebuah tembakan yang membangunkan seluruh isi hatiku, seperti sebuah rahasia yang akhirnya terungkap setelah bertahun-tahun terkunci dalam kebingungan. Aku memandangnya dengan hati yang berdebar, seakan menemukan peta untuk perjalanan hidupku yang sebenarnya.

        Aku sadar, selama ini aku terlalu sibuk mengejar bayangan hidup orang lain—mengukur diriku dengan standar yang bukan milikku. Aku terjebak dalam riuhnya dunia yang menganggap bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperoleh, dipamerkan, dan dibuktikan kepada orang lain. Tetapi kini, di ujung jari, aku menemukan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah sesuatu yang harus dikejar, melainkan sesuatu yang sudah ada di dalam diriku, menunggu untuk ditemukan.

        Ku tarik napas panjang dan merasakan setiap helaan udara yang masuk, membawa ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku tersenyum pada diriku sendiri, sebuah senyuman yang penuh penerimaan. Semua rasa takut, cemas, dan keraguan yang mengisi hidupku selama ini seakan menguap begitu saja, digantikan oleh sebuah keyakinan yang tak bisa tergoyahkan: Aku tidak perlu lagi mencari jati diriku di luar sana. Semua yang aku butuhkan sudah ada dalam diriku, dalam setiap detik perjalanan yang telah kutempuh, dalam setiap kata yang pernah kutulis.

        Kini aku tahu bahwa, perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan siapa aku, tetapi tentang menerima setiap bagian dari diriku—baik itu kekuatan, kelemahan, kesalahan, maupun keberhasilan. Aku tak lagi merasa asing dengan diriku sendiri. Bahkan dunia yang dulu terasa begitu membingungkan kini terasa seperti medan luas yang penuh kemungkinan. Aku siap melangkah dengan kaki yang pasti, tidak lagi takut jatuh atau tersesat, karena aku sudah menemukan arah, dan arah itu datang dari dalam diriku.

   Dan itulah, akhirnya, yang menjadi jawabanku.


         


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikah? Inilah 5 Hal Yang Harus Kamu Perhatikan Sebelum Melangkah ke Pelaminan

Huru Hara Gadis Muda: Drama, Ambisi, dan Hidup Yang Enggak Pernah Biasa